Banyak orang beranggapan bermain saham merupakan perbuatan yang melanggar syariah agama karena saham dinilai merupakan barang haram. Namun, tahukah sebenarnya jual beli saham dimulai oleh para pedagang Arab yang notabene beragama muslim.
Pengamat ekonomi syariah, Adiwarman Karim menceritakan sekelumit
sejarah jual beli saham hingga akhirnya digunakan sebagai instrumen
investasi masyarakat dunia.
Menurut Adiwarman, orang Quraisy yang memiliki kebiasaan berdagang menemukan suatu cara untuk membagi hasil bisnis kerjasama dengan pihak lain, selagi dirinya berdagang di negeri lain. Cara inilah yang akhirnya dikenal dengan perdagangan saham.
"Biasanya kalau modal kurang kan kita melakukan kerjasama, tetapi karena sering berjalan-jalan maka ketika waktu pembagian hasil, terkadang mereka tidak ada di tempat," ujar Adiwarman di Jakarta.
"Maka diperkenalkanlah syirkah baru caranya mengalihkan kepemilikanya kepada orang lain tanpa diketahui orang tersebut. Nama akadnya Al Musahamah, yang diperjualbelikannya itu namanya saham. Jadi ini bukan barang baru, tapi sudah lama," tegasnya.
Dengan demikian, tambah Adiwarman, saham itu pada dasarnya merupakan barang halal. Meski pada perkembangannya saham itu bisa menjadi haram, ketika saham yang diperjualbelikan merupakan saham dari perusahaan yang menghasilkan produk haram dan melakukan riba.
"Jadi gampang saja melihat saham ini halal atau haram, jika di bursa efek sudah masuk Daftar Efek Syariah, itu halal dan sudah dilihat bisnisnya," ujar dia.
Meski, lanjutnya, perusahaannya meminjam ke bank, tetapi total utangnya itu 45 persen terhadap aset. Ini bertujuan agar yang halal lebih besar dari yang haram.
"Seperti manusia, pasti berbuat dosa, tetapi bagaimana supaya dosanya kecil, jarang, dan langsung taubat," jelasnya.
Untuk itu, Adiwarman mengimbau agar masyarakat kini mau menjadikan saham sebagai suatu instrumen investasi yang menguntungkan.
Apalagi kondisi pasar saham Indonesia yang cenderung baik dibanding negara lain karena mulai banyak pilihan produk syariah.
"Di Indonesia, pasar saham syariah itu hampir 50 persen dari total saham yang diperjualbelikan di bursa, jadi keren banget deh. Kekerenan ini ditambah lagi investor kita ritel bukan yang gede-gede," ujarnya.
Dengan menangkis anggapan saham itu judi maka Adiwarman yakin pasar modal syariah tanah air makin berkembang pesat dengan jutaan investor. Apalagi jika didukung dengan regulasi yang lebih terbuka dan sosialisasi besar-besaran kepada masyarakat.
Adiwarman berharap, 1 juta investor bisa tercapai kalau cara jualnya memakai ilmu campur-campur syariah, sehingga orang tidak ragu bahwa saham ini bukan judi. Sosialisasi ke masyarakat agar mengetahui saham ini bukan judi.
"Tapi ya jangan pakai duit belanja sama duit anak sekolah buat beli saham, tapi duit ini benar-benar disediakan untuk investasi," pungkasnya.
Divisi PR _Saeful Anam_
Menurut Adiwarman, orang Quraisy yang memiliki kebiasaan berdagang menemukan suatu cara untuk membagi hasil bisnis kerjasama dengan pihak lain, selagi dirinya berdagang di negeri lain. Cara inilah yang akhirnya dikenal dengan perdagangan saham.
"Biasanya kalau modal kurang kan kita melakukan kerjasama, tetapi karena sering berjalan-jalan maka ketika waktu pembagian hasil, terkadang mereka tidak ada di tempat," ujar Adiwarman di Jakarta.
"Maka diperkenalkanlah syirkah baru caranya mengalihkan kepemilikanya kepada orang lain tanpa diketahui orang tersebut. Nama akadnya Al Musahamah, yang diperjualbelikannya itu namanya saham. Jadi ini bukan barang baru, tapi sudah lama," tegasnya.
Dengan demikian, tambah Adiwarman, saham itu pada dasarnya merupakan barang halal. Meski pada perkembangannya saham itu bisa menjadi haram, ketika saham yang diperjualbelikan merupakan saham dari perusahaan yang menghasilkan produk haram dan melakukan riba.
"Jadi gampang saja melihat saham ini halal atau haram, jika di bursa efek sudah masuk Daftar Efek Syariah, itu halal dan sudah dilihat bisnisnya," ujar dia.
Meski, lanjutnya, perusahaannya meminjam ke bank, tetapi total utangnya itu 45 persen terhadap aset. Ini bertujuan agar yang halal lebih besar dari yang haram.
"Seperti manusia, pasti berbuat dosa, tetapi bagaimana supaya dosanya kecil, jarang, dan langsung taubat," jelasnya.
Untuk itu, Adiwarman mengimbau agar masyarakat kini mau menjadikan saham sebagai suatu instrumen investasi yang menguntungkan.
Apalagi kondisi pasar saham Indonesia yang cenderung baik dibanding negara lain karena mulai banyak pilihan produk syariah.
"Di Indonesia, pasar saham syariah itu hampir 50 persen dari total saham yang diperjualbelikan di bursa, jadi keren banget deh. Kekerenan ini ditambah lagi investor kita ritel bukan yang gede-gede," ujarnya.
Dengan menangkis anggapan saham itu judi maka Adiwarman yakin pasar modal syariah tanah air makin berkembang pesat dengan jutaan investor. Apalagi jika didukung dengan regulasi yang lebih terbuka dan sosialisasi besar-besaran kepada masyarakat.
Adiwarman berharap, 1 juta investor bisa tercapai kalau cara jualnya memakai ilmu campur-campur syariah, sehingga orang tidak ragu bahwa saham ini bukan judi. Sosialisasi ke masyarakat agar mengetahui saham ini bukan judi.
"Tapi ya jangan pakai duit belanja sama duit anak sekolah buat beli saham, tapi duit ini benar-benar disediakan untuk investasi," pungkasnya.
Divisi PR _Saeful Anam_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar